Resume ke-18
Tanggal : 28 September 2022
Tema : Menulis Puisi
Narasumber : Dra. E. Hasanah, M. Pd
Moderator : Dail Ma'ruf
Pertemuan pelatihan BM-27 semalam dengan moderator (Dail Ma'ruf) yang sudah tidak asing lagi bagi peserta BM-27 karena Beliau sangat aktif di WA dan sudah pernah memberi materi di pertemuan pelatihan BM-27 menggantikan narasumbe yang kala itu ada halangan tidak dapat mengisi kelas sesuai dengan yang dijadwalkan.
Ust. Dail (Sapaan akrab Dail Ma'ruf) membuka materi dengan mengirimkan pesan suara dengan mengajak para peserta berdo'a bersama menurut agama dan keyakinan masing-masing. Ust. Dail merasa bahagia karna dapat membersamai kembali para peserta pelatihan yang ingin menjadi seoran penulis.
Hasil dari pelatihan BM-25 dan BM-26 dengan materi yang sama telah berhasil membuat 80 kumpulan puisi dan ditambah 3 puisi yang dijadikan buku antologi puisi. Ust. Da'il berharap agar BM-27 dapat menghasilkan 100 puisi lagi yang artinya dapat menjadi rekor memuat buku puisi dalam sebulan.
Bunda Hasanah merupakan narasumber kita kali ini yang baru saja menyelesaikan pendidikan S3 program studi Manajemen Pendidikan sesuai dengan tugas sebagai pengawas pada Madrasah Aliyah yang pandai membuat puisi. Beliau juga nominator pengawas berprestasi tingkat nasional.
Berikut buku antologi puisi karya peserta BM-25 dan BM-26 yang akan menjadi motivasi bagi peserta BM-27 yang nantinya dapat menerbitkan buku puisi juga.
CV Bunda Hasanah:
Berikut hasil buku solo Bunda Hasanah dan 72 buku antologi bersama penulis2 alumni BM asuhan Om Jay .
Materi Puisi.
"Jadi puisi itu karya sastra yang diucapkan dengan perasaan dan memiliki gagasan/pikiran serta tanggapan terhadap sesuatu. Karya satra yang terikat oleh rima-irama-matra-larik dan bait. Apa beda dari 5 pengikat puisi itu?" ungkap Ust. Dail. Bunda Hasnah menjelaskan bahwa dalam menikmati puisi akan ada perasaan senang.
Berikut puisi karya Pujanga Dr. Nastain yang dapat disimak.
Dalam remang senja aku teringat
Ketika rasa itu menjelma
Aku terbuai dengan merdu suaramu
Termenung menyaksikan senyum terindah
Sampai menuju suatu arah
Yang membawaku larut dalam resah
Resah memikirkanmu aku terperangah
Pandangan itu membuatku melayang
Hingga pada titik dimana aku sedang tidak mengerti
Mengapa aku seperti ini
Bahwa cinta masih menguasaiku
Rasa ini mengalir tiada henti
Tatapan itu selalu menjadi candu untukku
Tatapan yang menyiratkan sebuah rasa yang tak aku tau
Tapi aku dapat merasakan rasa yang sedang ia rasakan
Semoga ini bukan hanya feeling
Tapi ini nyata dan segera terjadi.
Dulu aku kira kau hanya akan aku jadikan pelampiasan
Tapi sekarang, perasaan itu tumbuh tanpa aku sadari
Dan semoga kau bahagia mendengarnya
Karena saat ini kau bukan lagi pelampiasan
Melainkan rumah menetap ternyaman bagiku.
Tuhan
Bolehkah aku beristirahat sekejap saja?
Aku lelah dengan semua ini
Ingin pergi tapi tak mampu
Apakah aku tak ditakdirkan untuk bahagia?
Kenapa setiap kali aku bahagia selalu saja di hancurkan?
Bahkan mereka tak pernah mengharapkan kehadiranku
Apakah aku ini tak berguna?
Aku ingin pergi
Aku ingin bahagia dan merasakan ketulusan dari seseorang
Kenapa aku selalu di patahkan?
Kenapa aku harus di hancurkan?
Kenapa aku tak di anggap ada?
Jika mereka tak ingin aku ada
Kenapa mereka merawatku
Aku tak pernah berharap dilahirkan
Aku tak pernah berharap tuk di cintai
Aku tak pernah berharap tuk di hargai
Karena aku hanya akan menjadi beban hidup mereka
Dalam janjiku kala itu
Akan ku kunci hatiku untuk siapapun
Tapi kau hadir menaburkan rindu
Membuatku tanpa sadar menjadi candu
Canduku akan rindumu
Rindu yang katamu tak lagi bersuara merdu
Kala kekasih hati tak membalas salammu
Rinduku padamu juga tak sampai, tapi hatiku tak 'kan gentar
Bisakah cinta mempersatukan disaat rindu berlainan?
Bisakah hidup jadi sempurna disaat tanpamu, dayita?
Dayita kalbu katanya
Berirama layaknya lagu asmara
Aku hanya mampu menyuarakan pada Tuhan
Perihal rasa yang tumbuh tanpa pegangan juga perihal rindu yang tak terbalas karena berbeda perasaan
Rasaku ditanggung sendiri tak mau di ungkapkan
Mungkin sampai waktu yang menyingkap takdir kehidupan
Harap dan rasa mencuat
Beku, ngeri, menyayat hati
Kupikir dunia itu indah
Nyatanya semua semu belaka
Amaraloka
Cinta, kasih, hati, romansa
Akankah bisa tanpa bhama?
Kupinang kalbu merenggut malam syahdu
Memejamkan mata membina romansa
Saban hari bersama rasa
Kuagungkan cinta dalam amaraloka
Aduhai kasih dan sayang yang kian membara
Kupinta satu tuk jangan mendua
Kupinta dua tuk jangan mementingkan bhama
Kupinta banyak untuk saling menjaga dalam amaraloka
Semoga tetap bersama sampai ajal tiba.
Ada sapa yang tak bernama
Mengoceh ulah membual makna sayang
Menggaruk isi kepalaku
Lalu, langsung menggoda I love You
Dari kelam yang pernah surut
Pada badai yang menerjalkan kapal
Hingga harap setinggi tempat bintang
Ternyata belum setahun sudah dihilang
Oleh wanita penggoda perebut tuan
Mungkin saja, kau macan yang liar
Hingga takdir meredupkan rasaku tanpa pijar
Mungkin saja, ada yang datang lalu menghibur
Sebab insan yang tak berarah
Berkeliaran memburu kedamaian
Dari sebuah pergi, di sini lahir rindu yang suci. Mungkin, hanya ini yang bisa kujaga abadi, tak lekang macam cintamu yang layu ketika diuji. Rindu ini tak kubiarkan mati, meski legam dibakar sepi.
Rindu ini tak kubiarkan mati,
sebelum masa memutus nadi.
Rindu ini tak kubiarkan kau ambil kembali, sekalipun kau tawarkan kata kembali.
Rindu ini entah kapan mati, sekalipun kupinta ia abadi. [Nasta'in]
Rima merupakan bunyi yang ditimbulkan oleh huruf atau kata untuk memperindah puisi dan menggambarkan perasaan penulisnya. Irama adalah pengulangan bunyi yang biasanya tersusun rapi. Matra adalah ukuran banyaknya tekanan irama. Larik merupakan baris dalam puisi, bisa satu kata, bisa frase, bisa pula sebuah kalimat.
Aku orang di padang tarap
Pergi berjalan ke kebun bunga
Hendak ke pekan hari tiap senja
Di sana sirih kami kerekap
Meskipun daunnya berupa
Namun rasanya berlain juga
Puisi di atas menggunakan diksi indah dan keren sehingga tergambar perasaan dan gejolak hati dari pengarangnya.
Pemaparan materi dari Bunda Hasanah yang terakhir adalah pemberian hadiah bagi dua peserta BM-27 yang mengirimkan puisi terbaik.
Berikut puisi karya saya sebagai penutup resume ke-18 ini yang terinspirasi dari anak yang sedang opname di rumah sakit Kota Mataram.
Deritamu
Lengkingan tangis menusuk jiwa
Sekuat tenaga berontak
Jari yang biasa lihay bergerak
Kini lemas tak bertenaga
Jarum suntik yang menusuk
Terlalu sakit kau rasa
Yang tak mampu kau tolak
Pelukan ku tak menenangkanmu
Terlalu sakit yang kau rasa
Sampai ku tak kuasa memandangmu
Dalam larut akan kesakitanmu
Mata sayu, cekung
Terbias pancaran sakit yang diderita
Hamparan do'a yang mampu ku iringi
Dalam tatap dan kerinduan senyummu
Yang sirna oleh sakit
Raga yang terapar penyakit
Lesu seperti tak berjiwa
Senyum biasa membias wajah
Kabur tak tersisa
Masih tergambar dalam benak
Ceria gelak tawamu
Lari lincah melesaat
Bagai hembusan bayu
Tiga hari sudah berlalu
Apakah ada hari esok untuk sehatmu?
Pahitnya obat penyembuh deritamu
Harus bisa tertelan
Walau aku harus mengikatmu dengan tanganku
Agar kau sembuh melawan sakitmu
Jangganlah kau merasa sendiri
Kami ada selalu menemani
Dalam suka dan duka
Deritamu deritaku
Sakitmu sakitku juga
Harapan selalu terukir
Sebagai mahligai motivasi
Agar selalu merasa bersyukur
Atas segala nikmat yang Allah beri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar