Resume ke-18
Tanggal : 28 September 2022
Tema : Menulis Puisi
Narasumber : Dra. E. Hasanah, M. Pd
Moderator : Dail Ma'ruf
Puisi di atas menggunakan diksi indah dan keren sehingga tergambar perasaan dan gejolak hati dari pengarangnya.
Resume ke-18
Tanggal : 28 September 2022
Tema : Menulis Puisi
Narasumber : Dra. E. Hasanah, M. Pd
Moderator : Dail Ma'ruf
Seminggu yang lalu anak kecilku pulang dari klinik setelah tiga hari rawat inap karena tipus. Sejak kemarin siang suhu badannya mulai naik. Pukul 14.00 Wita sepulang ku mengajar tak kutemukan seorangpun di rumah. Padahal paginya dua anakku bersama Mbahnya karena bibi yang biasa menjaga anakku tidak masuk kerja.
Ku cari ke segala tempat keberadaan kunci rumah karena aku melihat tidak ada satupun pintu rumah terbuka, semua terkunci begitu juga dengan jendelanya. Penatku dari pulang bekerja bertambah. Ku panggi satu persatu anakku "Pasya, Ibad. Kalian dimana?". Tak terdengar sahutan sedikitpun.
Ku lepas tas laptop yang terasa berat di bahu. Ku jalan ke rumah kakakku di sebelah rumah. Ku tanyakan apakah ada kunci yang dititipkan. Ternyata tidak ada. HP tak kubawa dari pagi. Jadi untuk mencari keberadaan anakku tak bisa ku lakukan.
Hp ipar pun ku pinjam untuk menelphone Mbahnya. Ku tanyakan keberadaan anakku dan mereka ada di rumah kakak yang lain kampung. Begitu terkejutnya hatiku kala Mabhnya mengatakan bahwa Ibad demam. Panik, sedih menerpa menambah suasana galaunya hati. Lelah dari bekerja pupus sudah.
Bergegas ku nyalakan motor buntutku menemua buah hatiku. Wajahnya yang memelas dan menangis membawangi perjalananku. Hanya 0,5 km terasa perjalanan yang panjang. Ingin menangis rasanya dan ingin segera sampai melihatnya.
Ku lihat sebuah handuk kecil menempel di dahinya. Tangannya memegang pipinya yang mungkin dirasakan hangat. Wajahnya merah, bibirnya terlihat kering dan suara erangan sayup-sayup terdengar dalam tidurnya yang mungkin tak terlelap.
Kakaknya asyik bermain hp. Ibad tidur antara kakak dan sepupunya Queen. Saat itu Queen juga sedang demam seulang dari pondok tempatnya sekolah.
Ibad terbangun begitu merasakan tanganku yang menyentuh sebelah pipinya untuk ku rasakan demamnya. Ku ambil obat yang ku lihat di atas meja Kakak yang semula diminum oleh Queen.
"Minum obat ya sayang!" Pintaku memohon pada Ibad. "Iya" jawabnya lirih. Ku bangunkan dari pembaringannya. Kuberi minum obat dan air putih yang dia cari. "Pulang Mi" gumamnya. Ku gendong dengan selendang panjang. Kupeluk erat dan ku bawa pulang saat sedikit gerimis turun menerpa bumi.
Tadi malam ketika ku mengikuti pelatihan Belajar Menulis, Ibad tidur di sebelah tempatku bekerja sambil menonton hp. Hingga larut malam ku tulis remume pertemuan ke-17 dan kulihat Ibad tidur terlelap tanpa ku nina bobokkan.
Demamnya tak turun juga. Pukul 1 dini hari, dia terbangun minta pipis. Suara batuknya sesekali terdengar. "Obat..." pintanya lirih. Mungkin karena dia merasa tidak kuat. Ku minumkan obat yang mengandung parasetamol rasa jeruk, obat yang dia suka rasanya.
Pagi tadi kembali kudapati Ibad yang demamnya 39,8. Demam yang susah turun. Efek obat seperti tidak mempan. "Atit iyut..." rintihnya sambil memegang perutnya.
Ku telp adikku yang dokter dan aku disarankan membawanya kembali ke klinik. Ku rembukkan bersama suamiku. Teringat beberapa tahun yang lalu ketika Pasya anakku paling besar tipus dan ku beberi rebusan cacing yang hingga sekarang tipusnya ga pernah kambuh.
Ada kekhawatiran ku jika Ibad diopname karena nanti siang ada zoom yang harus ku ikuti dan nanti malam aku ada kegiatan vicon di Gmeet.
Ku minta suamiku tuk mengambilkanku seekor cacing di bak tempatku mengolah sampah organik menjadi pupuk, tapi dia tidak berani karna jijik. Badan suamiku tinggi besar ternyata takut juga dengan cacing.
Berangkatlah aku ke sekolah yang letaknya tak jauh dari rumahku, sekitar 40 meter. Aku hanya tinggal menyeberang jalan menuju gerbang sekolah. Suasana di jalan sudah agak lenggang, biasanya ramai oleh para pegawai kantor yang melintas karena jalan depan sekolahku akses utama menuju pusat kantor di Lombok Barat.
Kepala sekolah dan dua rekan guru sedang berbincang di pintu gerbang sekolah. Ku sapa semua dan ku izin di sana untuk mengajar sebentar untuk memberi tugas siswa kemudian izin untuk pulang lebih awal.
Berbincang sejenak dengan rekan dan mereka memberi saran untuk memberi obat alternatif tipus yaitu cacing. Berbagi pengalaman mereka ungkapkan dan mereka juga mempunyai pegalaman dengan salah satu anggota keluarga mereka yang tipus dan diberi obat rebusan cacing juga.
Ku masuk kelas dengan terlebih dahulu menyapa para siswaku dan menanyakan kabar mereka. Beberapa dari siswa bercerita kalau mereka belum sarapan ketika kutanyakan apakah mereka sudah sarapan ataukah belum.
Pak Eka memasuki kelas dengan meminta siswa membantunya mengambil chromebook di kantor untuk latihan atau sosialisasi ANBK yang akan diisi oleh seorang staf dari LPMP NTB.
Ku izin untuk pulang duluan ke pak Eka dan kata Beliau bahwa kepala sekolah tadi sudah memberitahukan jika aku kan izin. Kupamitan juga pada muridku yang sebelumnya ku beri motivasi dalam mengerjakan ANBK.
Kembali ku lihat Ibad yang masih dikompres. Bibirnya merah begitu juga badannya yang semula putih kini terlihat merah merona karena demam. Suamiku pamitan untuk bekerja. Kini tinggal aku bersama dua putraku di rumah.
Teringat kembali akan obat alternatif yang akan aku gunakan pada anakku. Ku cari skop kecil di halaman rumahku yang sulit ku temukan karena Pasya menggunakannya kemarin untuk bermain tanah dengan temannya.
Mulai ku gali tanah di belakang rumah. Sebuah bak kecil berwarna biru berisi tanahpun menjadi sasaranku saat aku tak menemukan cacing di timbunan tanah dekat pot bunga.
Cacing berukuran telunjuk orang dewasa kuangkat dengan sekop. Ku cuci tanpa ku sentuh. Cacing bergerak-gerak seperti tak ingin berada di tempat sekarang. Ku rendam terlebih dahulu. Setengah jam kemudian ku rebus air dan ku masukkan cacing itu.
"Sayang mau makan bubur?" tanyaku pada Ibad. Dia mengangguk sebagai tanda setuju. Ku tuangi bubur siap saji ke piring dan ku uleni dengan air rebusan cacing itu. Ku suapi Ibad sampai dia merasa kenyang walaupun hanya beberapa suap. Bubur tertinggal hanya tiga sendok yang tak mampu dia makan.
Moga obat alternatif cacing yang kurebuskan kali ini mujarab hingga anakku tak merasakan sakit tipus lagi.
Resume ke-17
Tanggal : 28 September 2022
Tema : Mengenal Penerbit Indie
Narasumber : Mukminin, S. Pd., M. Pd
Moderator : Helwiyah
Apa ya kira-kira di benak kita saat melihat judul pertemuan kita kali ini? Kalau saya sih kata "Indie" sangat identik dan terbayang Shah Rukh Khan dan pemain film India lainnya. Tapi ... entahlah. Kita ikuti dan simak saja ya materi kita agar kita tidak salah kaprah.
"Semoga malam ini menjadi malam yang menginspirasi untuk memotivasi diri mewujudkan mimpi menjadi penulis sejati" Kutipan dari Narasumber (Bunda Ewi). Amiinnn
Resume ke-16
Tanggal : 26 September 2022
Tema : Langkah Menyusun Buku secara Sistematis
Narasumber : Yulius Roma Patandean, S. Pd., M. Pd.
Moderator : Sim Chung Wei, S. Pd
Tema : Mengatasi Wrinter's Block
Tanggal : 26 September 2022
Judul : Inspirasi Menulis
Penyusun : Suartini Iklima, S. Pd
Mencari ide untuk menulis memang bagi saya kadang tersaa sulit dan kadang pula terasa mudah. Sulit jika memang inspirasi tidak muncul apalagi ditengah kesibukan yang deadline ataupun rurinitas yang dalam benak tidak memberikan ruang untuk ide dalam menulis. Sulit juga jika sudah mulai menulis dan di tengah perjalanan berhenti seketika atau biasa di sebut Writer's Block seperti kita berjalan jauh dan di tengah jalan butuh istirahat untuk melepas penat dan butuh energi untuk melanjutkan perjalanan panjang dan berliku.
Menulis terasa mudah jika ada ide yang muncul dan langsung dituangkan dalam sebuah karya tulisan walaupun hanya berupa goresan-goresan pendek atau berbentuk peta fikiran. Parahnya jika punya ide tetap tidak segera dituangkan karena dapat menyebabkan lupa bahkan ada perasaan menyesal jika ide itu hilang tanpa jejak karena disadari ide tidak dapat muncul disetiap waktu.
Writer's block atau kehilangan ide dalam menulis sangat mengganggu dan membuat galau bahkan hal terburuknya panik. Semakn panik, ide kadang kala semakin menjauh. Termasuk pengalaman menulis tulisan ini.
Tak pandang waktu dan tempat writers block dapat menghampiri siapapun terutama saya sebagai penulis pemula. Saya jadi teringat bagaimana saat Writer's Block melanda ketika mengisi essay untuk mendaftar sebagai Calon Guru Penggerak. Tiap satu soal ditentukan jumlah karakter kata, bahkan ada yang sampai 5.000 kata. Kalimat yang sulit saya rangkai karena kadang temanya sedikit tapi untuk mencapai karakter kata yang diharapkan terlalu panjang bagi saya. Satu tema kadang saya bolak balikkan kalimatnya yang penting mencapai karakter yang diinginkan.
Pengalaman menulis essay ternyata setelah saya bertemu dengan kelompok ternyata mereka juga mengalaminya. Bahkan ada rekan yang bercerita bahwa ada yang palgiat dari buku dan internet sehingga menyebabkan tidak lulus. Jadi keterampilan menulis memang sangat rendah. Beruntungnya saya adalah mengikuti grup Belajar Menulis Gelombang 27 yang menghantarkan saya lebih mudah menuangkan ide dalam bahasa tulisan.
Pengalaman yang tidak bisa saya lupa juga saat saya mempunyai ide di ruang IGD ketika anak kecil saya sakit. Tak ada kertas dan pulpen bahkan handphone yang biasa saya pakai untuk menuliskan ketika ada ide, saat itu digunakan anak untuk menghibur dia yang baru selesai ditusuk jarum untuk diinfus.
Ide saat di IGD adalah tugas membuat video yang akan diunggah ke youtube tentang "Nilai dan Peran Guru Penggerak". Bergegas meminjam kertas di salah satu petugas medis tapi yang diberi secarik lembaran untuk membungkus puyer obat yang ukurannya tidak lebih besar dari ukuran telapak tangan orang dewasa. Bergegas suami saya ke mobil untuk mencari kertas tetapi yang didapat amplop yang saya buka menjadi selembar kertas. Pastinya sangat cukup buat saya menuangkan ide.
Cobaan kembali menerpa keesokan harinya. Ketika ada ide tetapi tidak ada tempat menuangkannya. Sekitar tiga puluh meter dari klinik ada Alfamart buka di sana. Ku jejaki jalan dengan berjalan kaki untuk membeli pulpen dan buku kecil. Di kamar 201 tempat anak diopname, saya coba menuangkan ide yang ketika itu ada tugas dari group WA tentang membuat puisi dari akronim keluarga.
Ide ketika muncul memang harus dituangkan. Saat ditulis tulisan inipun saya buat di dalam kelas ketika siswa saya sedang istirahat. Saya takut ide menulis saya buyar hingga mengalami writer's block.
Saya sering kali tidak memperdulikan apakah tulisan saya layak dibaca ataukah tidak. Bagi saya, menulis adalah hal yang penting untuk menuangkan segala inspirasi baik dalam kehidupan nyata ataupun dalam imajinasi. Orang boleh tidak menyukai tulisan saya tapi buat saya tulisan adalah hal bermakna dalam hidup saya.
Komentar dari orang boleh kita jadikan masukan dan semangat buat kita menulis dengan tetap memperbaiki diri dalam menulis. Hari ini boleh kurang baik tulisan kita baik dalam penyajian tampilan ataupun kosa kata yang kita gunakan. Tapi yakinlah semua merupakan proses belajar kita. Jadi dinikmati saja.
Tidak ada penulis hebat yang memulai menulis langsung tulisannya hebat tetapi penulis hebat juga memulai belajar seperti kita. Ketekunan menulis adalah rahasia menciptakan karya tulisan. Seperti bayi, memulai belajar dari merangkat, berjalan dengan dibimbing hingga pandai berlari sendiri walaupun berkali-kali jatuh. Filosofinya saat kita jatuh merupakan keadaan saat Writer's Block melanda.
Ribuan pengalaman hidup, dapat dituangkan dalam tulisan. Ide dari perjalann hidup pasti akan sangat seru bahkan akan lebih mudah dituangkan dalam bahasa tulis karena dialami langsung yang menurut saya Writer's Block akan lebih sedikit kita alami.
Menulislah seperti air yang mengalir. Tanpa henti dan tanpa beban. Jika sudah selesai ditulis barulah kita cek kembali sebelum mengirim atau menerbitkannya atau dengan melakukan Proofreading. Mengecek tulisan, apakah harus dikurangi atau ditambahkan kata ataupun kalimatnya. Cek penulisan apakah sesuai EYD. Tampilannya sudah baik atau tidak.
Motivasi diri dari diri sendiri yang paling utama jika ingin menulis. Orang memberi motivasi walaupun hebat tetapi jika motivasi dari kita lemah maka akan jadi percuma. Gerakkan diri sendiri terlebih dahulu. Jika sudah kita tergerak untuk menulis maka tulisan kita pasti akan terwujud.
Jika hati sudah tergerak untuk menulis, kini saatnya kita untuk bergerak menuliskan semua ide kita menjadi tulisan yang kita anggap bermakna. Di tengah jalan writer's Block melanda maka istirahatlah dengan healing. Tiap orang pasti punya cara mengatasinya. Saya mengatasi Writer's Block jika di rumah dengan memandagi anggrek atau bahkan menyemprotnya denga air walupun malam hari, kadang kala dengan karaoke tergantung situasi yang ada.
Langkah selanjutnya yaitu menggerakkan. Melakukan gerakan menggerakkan orang-orang disekitar untuk berliterasi dan menulis. Saya lakukan dengan memulai mengirim karya tulisan saya di blog ke group sekolah terlebih dahulu. Langkah ini akan memberikan motivasi pada rekan untuk menulis yag dimulai dari membaca.
Berbicang disela istirahat juga dapat dilakukan untuk menggerakkan rekan. Yakinlah pasti akan ada yang akan tergerak hatinya untuk menulis yang akan dimulai dari tulisan sederhana yang nantinya menghasilkan kara yang luar biasa.
Kemampuan menulis merupakan kemampuan tersulit. Orang pintar berbicara, berhitung tetapi sulit menuangkan ide dan fikirannya. Jadi mari kita galakkkan literasi dimulai dari diri kita untuk tergerak menulis, bergerak menulis dan terakhir menggerakkan rekan untuk menulis. Moga hal positif dari tulisan yang kita buat menjadi inspirasi buat semuanya.
"Tergerak, Bergerak, dan Menggerakkan"
Resume Ke-15
Tanggal : 23 September 2022
Tema : Konsep Buku Non Fiksi
Narasumber : Musiin, M. Pd
Moderator : Arofiah Afifi
Beriku t ma teri yang saya ambil pada LMS CGP 06 tugas Eksplorasi Konsep dimana CGP harus menjawab dua per tanyaan yai tu: Dari beberapa d...